Investasi merupakan salah satu keharusan yang
dilakukan oleh sebuah perusahaan, terutama ketika bisnisnya sedang berada dalam
tahap awal, yaitu pada tingkat pembentukan dan pertumbuhan (infancy dan growth
stages). Namun tidak jarang dijumpai pimpinan perusahaan yang menganggap bahwa
investasi terhadap teknologi informasi merupakan suatu hal yang tidak terlalu
penting untuk dilakukan oleh perusahaan. Kebanyakan dari mereka merasa bahwa
investasi tersebut sifatnya adalah optional atau nice to have belaka, dalam
arti kata tidak wajib untuk dilaksanakan. Dalam kerangka manajemen strategis di
era moderen saat ini, pandangan tersebut dapat dianggap benar atau salah sama
sekali, tergantung dari karakteristik investasi yang ada.
Pada dasarnya peranan teknologi informasi bagi setiap perusahaan bersifat unik
dan spesifik. Hal ini disebabkan karena masing-masing perusahaan memiliki
strategi yang berbeda satu dengan lainnya. Walaupun dua buah perusahaan
misalnya berada pada sebuah industri yang sama, namun peranan teknologi
informasinya bisa sangat berbeda. Lihatlah bagaimana pelanggan sebuah bank akan
rush jika jaringan ATM-nya rusak satu hari saja sementara bank yang lain tidak
mengalami gangguan yang berarti walaupun jaringan ATM-nya rusak seminggu.
Artinya adalah bahwa meskipun keduanya memiliki teknologi informasi berupa
jaringan ATM untuk mendukung bisnisnya, namun bagi bank yang pertama teknologi
tersebut sifatnya adalah vital, sementara bagi bank lainnya teknologi ATM terkait
hanyalah berfungsi sebagai perangkat penunjang belaka.
Ditinjau dari segi peranan strategis teknologi informasi, paling tidak dapat
ditemukan lima jenis tujuan dari dilakukannya investasi terhadap perangkat
teknologi tersebut. Kategori pertama adalah karena alasan kelangsungan hidup
perusahaan atau bisnis itu sendiri, dalam arti kata adalah bahwa perusahaan
melihat bahwa keberadaan teknologi informasi di dalam bisnis terkait sifatnya
adalah mutlak. Contohnya adalah perusahaan semacam bank retail, hotel kelas
atas (bintang lima), transportasi penerbangan, dan lain sebagainya yang “tidak
mungkin” dapat bertahan lama dalam ketatnya persaingan bisnis tanpa
diperlengkapi oleh teknologi informasi. Melihat kemutlakan sifat tersebut, maka
jarang dilakukan analisa untuk menimbang seberapa penting melakukan investasi
untuk mengembangkan teknologi informasi karena perangkat tersebut merupakan
syarat atau sarana utama yang harus dimiliki perusahaan agar dapat berbisnis.
Kategori kedua adalah perusahaan yang hendak melakukan investasi karena alasan
ingin memperbaiki efisiensi. Diharapkan dengan diimplementasikannya teknologi
informasi dalam sejumlah bidang atau aktivitas tertentu, maka akan dilakukan
proses reduksi atau optimalisasi terhadap alokasi beragam sumber daya
perusahaan, seperti: manusia, waktu, biaya, material, aset, dan lain
sebagainya. Biasanya teknologi informasi dipergunakan untuk menekan atau
mereduksi biaya komunikasi (interaksi) dan transaksi. Contohnya adalah
penerapan teknologi semacam intranet, office automation, website, dan lain
sebagainya. Berdasarkan teori keunggulan kompetitif Michael Porter, salah satu
strategi perusahaan dalam era persaingan global yang kerap dipakai adalah cost
leadership, dalam arti kata manajemen berusaha untuk sedapat mungkin menekan
biaya produksi agar barang atau jasa yang ditawarkannya dapat bersaing dalam
harga. Artinya adalah bahwa untuk industri dimana faktor harga memiliki
elastisitas yang tinggidi pasar – seperti misalnya produk komoditas – aspek
efisiensi merupakan hal krusial atau vital yang harus diupayakan oleh
perusahaan. Perusahaan akan mampu menciptakan produk atau jasa yang baik,
murah, dan cepat apabila proses penciptaan produk atau jasa tersebut adalah
baik, murah, dan cepat. Metode yang paling tepat dipergunakan untuk
mengevaluasi proposal investasi terhadap teknologi terkait adalah analisa cost
benefit; dimana dalam metode ini dicoba untuk dikomparasikan antara besarnya
investasi yang dikeluarkan dengan perkiraan manfaat efisiensi yang diperoleh
melalui penerapan teknologi informasi tersebut.
Kategori berikutnya adalah tujuan investasi untuk memperbaiki efektitivitas
usaha, dalam arti kata melakukan apa yang diistilahkan sebagai do the right
thing. Contoh penerapan aplikasi teknologi informasi terkait dengan hal ini
adalah menerapkan sistem pengambilan keputusan (decision support system),
membangun datawarehouse untuk keperluan business intelligence, mengembangkan
situs electronic commerce, dan lain sebagainya. Dalam bisnis, investasi semacam
ini dikatakan sebagai sebuah hal yang kritikal, mengingat bahwa tanpa
dimilikinya perangkat teknologi tersebut, akan sulit bagi perusahaan untuk
menjalankan suatu rangkaian proses tertentu. Oleh karena itulah maka cara
melakukan evaluasi terhadap investasi terkait adalah dengan menjalankan
aktivitas analisa bisnis, dimana dalam kegiatan tersebut dipetakan dan
didefinisikan rangkaian proses mana saja yang merupakan core processes atau
proses utama; dimana teknologi informasi akan dipergunakan untuk menopang
kehandalan prosestersebut.
Kategori keempat adalah keinginan perusahaan untuk mendapatkan suatu loncatan
keunggulan kompetitif (competitive advantage leap) agar dapat meninggalkan para
pesaing bisnisnya dengan mengembangkan teknologi yang perusahaan lain belum
memiliki. Terkait dengan tipe investasi ini adalah pengembangan aplikasi untuk
menerapkan berbagai konsep manajemen baru seperti supply chain management,
enterprise resource planning, customer relationship management, call center,
dan lain sebagainya – dimana secara signifikan implementasi berbagai perangkat
teknologi informasi ini diharapkan dapat membawa perusahaan berada jauh di
depan dipandingkan dengan para pesaing bisnisnya. Investasi dalam kaitan ini
memang terkesan bersifat strategis, atau memiliki perspektif rentang waktu
jangka panjang, sehingga kelayakannya sangat ditentukan oleh para pimpinan
senior perusahaan (misalnya para anggota direksi); sehingga alat bantu untuk
mengukur visibilitas dari investasi ini biasanya terkait dengan konsepanalisa
strategis.
Sumber
0 Comments